manusia, yang memulainya seperti yang mereka lakukan di planet ini, untuk mencapai tujuan luhur dan ilahi yang Tuhan yang tanpa batas itu telah tetapkan bagi manusia fana; dan ketika mereka benar-benar mencapai tujuan akhir ini, mereka akan, dalam semua yang berkaitan dengan realisasi diri dan pencapaian batin, menjadi sama penuhnya dalam lingkup kesempurnaan ilahi mereka seperti halnya Tuhan sendiri dalam lingkup ketidak-terbatasan dan kekekalan-Nya. Kesempurnaan tersebut mungkin tidaklah menyeluruh dalam pengertian material, tak terbatas dalam pemahaman intelektual, atau final dalam pengalaman rohani, tetapi kesempurnaan itu final dan lengkap dalam semua aspek terbatas dari keilahian kehendak, kesempurnaan motivasi kepribadian, dan kesadaran-Tuhan.
1:0.6 (22.3) Inilah makna sesungguhnya dari perintah ilahi itu, “Jadilah kamu sempurna, sama seperti Aku sempurna,” yang senantiasa mendorong manusia maju ke depan dan mengajak dirinya menuju ke arah dalam, dalam perjuangan panjang dan mempesona itu untuk pencapaian tingkat-tingkat yang lebih tinggi dan semakin tinggi lagi dalam nilai-nilai rohani dan makna-makna alam semesta yang sebenarnya. Pencarian luhur akan Tuhan alam-alam semesta ini adalah petualangan tertinggi dari penghuni-penghuni semua jagat-jagat ruang dan waktu.
1. Nama Sang Bapa
1:1.1 (22.4) Dari semua nama dengan mana Tuhan sang Bapa itu dikenal di seluruh alam semesta, nama-nama yang menyebut Dia sebagai Sumber Pertama dan Pusat Alam Semesta adalah yang paling sering dijumpai. Bapa Pertama itu dikenal dengan berbagai nama di berbagai alam semesta dan dalam berbagai wilayah di alam semesta yang sama itu. Nama-nama yang dibuat ciptaan kepada Pencipta itu banyak tergantung pada konsep ciptaan itu mengenai Sang Pencipta. Sumber Pertama dan Pusat Alam Semesta tidak pernah menyatakan diri-Nya melalui nama, tetapi hanya melalui sifat dasar. Jika kita percaya bahwa kita adalah anak-anak Sang Pencipta ini, maka sudah sewajarnya bahwa kita pada akhirnya akan menyebut-Nya Bapa. Namun ini adalah nama pilihan kita sendiri, dan nama ini muncul dari pengenalan tentang hubungan pribadi kita dengan Sumber dan Pusat Pertama.
1:1.2 (22.5) Bapa Semesta tidak pernah memaksakan bentuk pengakuan yang wajib, penyembahan yang formal, atau layanan yang memperbudak terhadap para makhluk berkehendak yang cerdas di alam-alam semesta. Para penghuni dunia-dunia ruang dan waktu yang berevolusi itu harus dari mereka sendiri—dalam hati mereka sendiri—mengenali, mengasihi dan secara sukarela menyembah Dia. Sang Pencipta menolak untuk memaksakan atau mengharuskan penundukan kehendak bebas rohani makhluk-makhluk jasmani-Nya. Pengabdian penuh kasih dari kehendak manusia untuk mengerjakan kehendak Bapa adalah pemberian manusia yang paling berharga kepada Tuhan; dalam kenyataannya, pengabdian kehendak makhluk tersebut akan merupakan satu-satunya pemberian yang mungkin sungguh benar nilainya dari manusia kepada Bapa Surgawi. Dalam Tuhan, manusia hidup, bergerak, dan memiliki keberadaannya; tidak ada yang dapat manusia berikan untuk Tuhan kecuali pilihan untuk tetap taat pada kehendak Bapa ini, dan keputusan-keputusan tersebut yang dibuat oleh para makhluk berkehendak yang cerdas dari alam-alam semesta, merupakan kenyataan dari penyembahan sejati itu yang begitu memuaskan kepada Sang Bapa Pencipta yang sifat-Nya dikuasai oleh kasih itu.
1:1.3 (22.6) Ketika kamu suatu kali telah benar-benar sadar akan Tuhan, setelah kamu sungguh-sungguh menemukan Sang Pencipta agung itu dan mulai mengalami kesadaran akan kehadiran sang pengendali ilahi yang diam di dalam itu, maka, sesuai dengan pencerahanmu dan sesuai dengan ragam dan cara dengan mana para Putra ilahi mewahyukan Tuhan, kamu akan menemukan sebuah nama untuk Bapa Semesta yang akan dapat cukup menyatakan konsepmu mengenai Sang Sumber dan Pusat Besar Pertama itu. Demikianlah, pada beragam dunia dan berbagai alam semesta, Sang Pencipta itu menjadi dikenal dengan berbagai sebutan, dalam maksud hubungannya semua artinya sama, namun dalam kata-kata dan simbol-simbol, setiap nama mewakili taraf, kedalaman, dari bertahtanya Dia dalam hati para ciptaan-Nya di suatu alam tertentu.
1:1.4 (23.1) Dekat pusat alam-alam semesta, Bapa Semesta umumnya dikenal dengan nama-nama yang dapat dianggap sebagai berarti Sumber Pertama. Lebih jauh ke luar ke alam-alam semesta ruang angkasa, istilah yang digunakan untuk menyebut Bapa Semesta lebih sering berarti Pusat Semesta. Makin jauh lagi dalam ciptaan bintang-bintang, Dia dikenal, seperti di dunia ibukota alam semesta lokalmu, sebagai Sumber Kreatif dan Pusat Ilahi yang Pertama. Di salah satu konstelasi yang berdekatan Tuhan disebut Bapa Alam Semesta. Di tempat lain, Penopang Tanpa Batas, dan di sebelah timur, Pengendali Ilahi. Dia juga disebut Bapa Terang, Karunia Kehidupan, dan Yang Mahakuasa.
1:1.5 (23.2) Di dunia-dunia di mana sesosok Putra Firdaus telah menjalani kehidupan penganugerahan diri, Tuhan secara umum dikenal dengan suatu nama yang menunjukkan hubungan pribadi, kasih sayang, dan pengabdian kebapaan. Di ibukota konstelasimu Tuhan disebut sebagai Bapa Semesta, dan pada berbagai planet hunian dalam sistem lokalmu Dia dikenal antara lain sebagai Bapa segala Bapa, Bapa Firdaus, Bapa Havona, dan Bapa Roh. Mereka yang mengenal Tuhan melalui pewahyuan dari penganugerahan Putra-putra Firdaus, akhirnya lebih cenderung kepada daya tarik sentimental dari hubungan yang menyentuh hati antara ciptaan dan Pencipta, dan menyebut Tuhan sebagai “Bapa kami.”
1:1.6 (23.3) Pada suatu planet yang berisikan ciptaan-ciptaan yang berjenis kelamin, dalam dunia dimana dorongan perasaan keorang-tuaan melekat dalam hati makhluk-makhluk cerdasnya, istilah Bapa menjadi nama yang sangat ekspresif dan tepat untuk Tuhan yang kekal. Dia paling dikenal, paling diakui secara menyeluruh di planetmu, Urantia, dengan nama Tuhan (God). Nama yang diberikan kepada-Nya tidak terlalu penting; yang penting adalah bahwa kamu harusnya mengenal Dia dan berkeinginan menjadi seperti Dia. Nabi-nabimu pada masa lampau benar-benar menyebut Dia “Allah yang kekal” dan menyebut Dia sebagai yang “mendiami kekekalan.”
2. Realitas Tuhan
1:2.1 (23.4) Tuhan adalah realitas yang perdana (utama dan pertama) dalam alam roh; Tuhan adalah sumber kebenaran dalam alam-alam batin; Tuhan menaungi semua di seluruh alam jasmani. Bagi semua kecerdasan yang diciptakan, Tuhan adalah kepribadian, dan kepada alam-alam semesta Dia adalah Sumber dan Pusat Pertama realitas kekal. Tuhan itu tidak seperti manusia atau seperti mesin. Bapa Pertama itu adalah roh semesta, kebenaran kekal, kenyataan tanpa batas, dan kepribadian bapa.
1:2.2 (23.5) Tuhan yang kekal itu secara tanpa batas lebih dari realitas yang diidealkan atau alam semesta yang dipribadikan. Tuhan adalah bukan hanya hasrat tertinggi manusia, pencarian manusia yang diobjektifkan. Tuhan juga bukan hanya suatu konsep semata, potensi-kuasa dari keadilan dan kebenaran. Bapa Semesta itu bukan suatu sinonim untuk alam, bukan pula Dia adalah hukum alam yang dipribadikan. Tuhan adalah suatu realitas yang transenden, bukan hanya konsep tradisional manusia untuk nilai-nilai tertinggi. Tuhan itu bukan suatu pemusatan psikologis untuk pengertian-pengertian rohani, bukan pula Dia adalah “karya manusia yang paling mulia.” Tuhan bisa merupakan salah satu atau semua konsep-konsep ini dalam benak manusia, tetapi Dia lebih lagi dari itu. Dia adalah pribadi penyelamat dan Bapa pengasih bagi semua yang menikmati kedamaian rohani di atas bumi, dan yang merindukan untuk mengalami keselamatan kepribadian dalam kematian.
1:2.3 (24.1) Kenyataan tentang keberadaan Tuhan itu diperagakan dalam pengalaman manusia oleh berdiamnya kehadiran ilahi di dalam, Monitor roh yang dikirim dari Firdaus untuk tinggal dalam batin fana manusia dan berada di sana untuk mendukung dalam mengembangkan jiwa yang baka untuk keselamatan kekal. Kehadiran Pelaras ilahi ini dalam batin manusia ditunjukkan oleh tiga fenomena pengalaman:
1:2.4 (24.2) 1. Kapasitas intelektual untuk mengenal Tuhan—kesadaran akan Tuhan.
1:2.5 (24.3) 2. Dorongan rohani untuk mencari Tuhan—pencarian akan Tuhan.
1:2.6 (24.4) 3. Kerinduan kepribadian untuk menjadi seperti Tuhan—hasrat sepenuh hati untuk melakukan kehendak Bapa.
1:2.7 (24.5) Keberadaan Tuhan tidak pernah dapat dibuktikan oleh percobaan ilmiah atau oleh penalaran murni dari kesimpulan logis. Tuhan dapat disadari hanya di dalam wilayah-wilayah pengalaman manusia; meskipun demikian, konsep sejati mengenai realitas Tuhan itu masuk akal bagi logika, bisa diterima untuk filsafat, esensial untuk agama, dan mutlak diperlukan terhadap setiap harapan akan kelangsungan hidup kepribadian.
1:2.8 (24.6) Mereka yang mengenal Tuhan telah mengalami fakta akan kehadiran-Nya; manusia fana yang mengenal Tuhan tersebut menyimpan dalam pengalaman pribadi mereka satu-satunya bukti positif mengenai keberadaan Tuhan yang hidup, bukti yang dapat ditawarkan oleh seseorang kepada yang lain. Keberadaan