diri sendiri ataupun membatasi diri; Dia tanpa henti memberikan diri-Nya ke atas semua makhluk yang sadar diri di alam-alam semesta yang luas.
2:2.6 (36.4) Tuhan itu sempurna secara kekal dan tanpa batas, Dia tak dapat secara pribadi mengenal ketidak-sempurnaan sebagai pengalaman-Nya sendiri, namun Dia memang berbagi kesadaran semua pengalaman ketidak-sempurnaan dari semua makhluk-makhluk evolusioner alam semesta yang berjuang, makhluk-makhluk dari semua Putra Pencipta Firdaus. Sentuhan yang pribadi dan yang memerdekakan dari Tuhan yang sempurna itu menaungi hati-hati dan menghubungkan dalam sirkuit (jejaring)kodrat-kodrat semua makhluk fana yang telah naik ke tingkat alam semesta untuk pengetahuan moral itu. Dengan cara ini, seperti juga melalui kontak-kontak dari hadirat ilahi, Bapa Semesta benar-benar ikut serta dalam pengalaman dengan ketidak-matangan dan ketidak-sempurnaan dalam perkembangan karier setiap sosok moral di seluruh alam semesta.
2:2.7 (36.5) Keterbatasan-keterbatasan manusiawi, potensi jahat, adalah bukan bagian dari kodrat ilahi, namun pengalaman manusia dengan kejahatan dan semua hubungan manusia ke sana adalah pasti suatu bagian dari realisasi diri Tuhan yang terus berkembang dalam anak-anak waktu—makhluk-makhluk dengan tanggung jawab moral yang telah diciptakan atau dikembangkan oleh setiap Putra Pencipta yang pergi keluar dari Firdaus.
3. Keadilan dan Kebenaran
2:3.1 (36.6) Tuhan itu benar; sebab itu Dia adil. “TUHAN itu adil dalam segala jalan-Nya.” “' bahwa bukan tanpa alasan Kuperbuat segala sesuatu yang Kuperbuat,' kata Tuhan.” “Hukum-hukum TUHAN itu benar, adil semuanya.” Keadilan Bapa Semesta tidak dapat dipengaruhi oleh tindakan dan perbuatan para makhluk-Nya, “karena berlaku curang, memihak ataupun menerima suap tidak ada pada TUHAN, Allah kita.”
2:3.2 (36.7) Betapa sia-sianya membuat permohonan bodoh kepada Tuhan yang seperti itu untuk mengubah titah-titah-Nya yang tak berubah supaya kita dapat menghindari akibat yang adil dari pelaksanaan hukum alam-Nya yang bijak dan perintah-perintah rohani-Nya yang benar! “Jangan sesat! Allah tidak membiarkan diri-Nya dipermainkan. Karena apa yang ditabur orang, itu juga yang akan dituainya.” Benar, bahkan dalam peradilan untuk menuai panen perbuatan salah itu, keadilan ilahi ini selalu diperlunak dengan rahmat. Hikmat tanpa batas adalah wasit kekal yang menentukan proporsi keadilan dan rahmat yang akan diputuskan dalam suatu keadaan tertentu. Hukuman terbesar (dalam kenyataannya suatu akibat yang tidak terelakkan) untuk perbuatan salah dan pemberontakan yang disengaja melawan pemerintahan Tuhan adalah hilangnya eksistensi sebagai suatu subyek perorangan dari pemerintahan itu. Hasil akhir dari dosa yang sepenuh hati itu adalah pemusnahan. Dalam analisis terakhir, individu-individu yang diidentifikasi-berdosa itu telah menghancurkan diri mereka sendiri dengan menjadi sepenuhnya tidak nyata melalui kedurhakaan yang mereka peluk. Tetapi, pelenyapan sesungguhnya makhluk demikian itu selalu ditunda sampai aturan peradilan yang ditahbiskan yang berlaku dalam alam semesta itu telah dipatuhi sepenuhnya.
2:3.3 (37.1) Penghentian eksistensi itu biasanya diputuskan pada penghakiman dispensasional atau skala besar terhadap alam atau alam-alam itu. Di dunia seperti Urantia hal itu terjadi pada akhir dari suatu zaman dispensasi keplanetan. Penghentian eksistensi dapat diputuskan pada saat-saat semacam itu oleh tindakan selaras semua pengadilan di wilayah hukum itu, mencakup mulai dari dewan keplanetan naik melalui pengadilan-pengadilan Putra Pencipta sampai ke dewan-dewan pengadilan Yang Purba Harinya. Mandat untuk pemusnahan itu berasal dari pengadilan tinggi alam semesta super menyusul suatu konfirmasi tanpa putus mengenai tuduhan yang berasal dari dunia kediaman si pelaku kesalahan; dan kemudian, ketika vonis hukuman pemusnahan telah dikonfirmasikan di tempat tinggi, eksekusi dilakukan oleh tindakan langsung hakim-hakim tertentu yang tinggal di, dan beroperasi dari, markas pusat alam semesta super.
2:3.4 (37.2) Ketika hukuman ini akhirnya dipastikan, makhluk yang diidentifikasi berdosa tersebut dengan segera menjadi seakan dia tidak pernah ada. Tidak ada kebangkitan lagi dari nasib demikian; hal itu selama-lamanya dan kekal. Faktor-faktor identitas energi hidup diserap oleh transformasi waktu dan metamorfosa ruang ke dalam potensi-potensi kosmis dari mana mereka dulunya muncul. Mengenai kepribadian si durhaka itu, hal itu dicabut dari wahana kehidupan berkelanjutan oleh karena kegagalan makhluk itu untuk membuat pilihan-pilihan dan keputusan-keputusan akhir yang bisa memastikan kehidupan kekal. Ketika pelukan dosa itu terus dilakukan oleh batin makhluk itu memuncak menjadi penyamaan diri sepenuhnya dengan kedurhakaan, maka pada saat penghentian kehidupan, pada saat pembubaran kosmis, maka kepribadian yang dikurung tersebut diserap ke dalam jiwa seluruh penciptaan, menjadi bagian dari pengalaman berevolusinya Sang Mahatinggi. Takkan pernah hal itu muncul kembali sebagai kepribadian; identitasnya menjadi seperti seandainya kepribadian itu tidak pernah ada. Dalam kasus kepribadian yang didiami oleh Pelaras, nilai-nilai roh yang bersifat pengalaman masih bertahan dalam realitas Pelaras yang masih berlanjut.
2:3.5 (37.3) Dalam setiap pertarungan alam semesta antara tingkat-tingkat realitas yang nyata, kepribadian dari tingkat yang lebih tinggi yang pada akhirnya akan menang atas kepribadian dari tingkat yang lebih rendah. Hasil yang tak terelakkan dari sengketa alam semesta ini melekat dalam fakta bahwa keilahian kualitas itu setara dengan taraf realitas atau aktualitas setiap makhluk yang memiliki kehendak. Kejahatan yang tak dikurangi, kesalahan yang lengkap, dosa yang disengaja penuh, dan kedurhakaan yang tidak dicegah itu secara bawaan dan otomatis adalah bunuh diri. Sikap-sikap ketidak-nyataan kosmis seperti itu dapat bertahan dalam alam semesta hanya karena toleransi-rahmat yang sementara sambil menunggu tindakan dari mekanisme-mekanisme penentuan-peradilan dan pencarian-keadilan dari pengadilan-pengadilan alam semesta yangkeputusannya benar dan adil.
2:3.6 (37.4) Pemerintahan para Putra Pencipta dalam alam-alam semesta lokal itu adalah pemerintahan untuk penciptaan dan perohanian. Para Putra ini mengabdikan diri mereka untuk pelaksanaan efektif rencana Firdaus untuk kenaikan manusia progresif, untuk pemulihan para pemberontak dan pemikir-pemikir yang keliru, namun jika semua usaha penuh kasih tersebut pada akhirnya dan selamanya ditolak, maka perintah pemusnahan akhir itu dilaksanakan oleh pasukan yang bertindak di bawah kewenangan hukum Yang Purba Harinya.
4. Rahmat Ilahi
2:4.1 (38.1) Rahmat itu hanyalah keadilan yang diperlunak oleh hikmat yang muncul dari kesempurnaan pengetahuan dan pengenalan penuh akan kelemahan alami dan kendala lingkungan para makhluk terbatas. “Tetapi Engkau, ya Tuhan, Allah penyayang dan pengasih, panjang sabar dan berlimpah kasih dan setia.” Karena “Barangsiapa berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan,” “sebab Ia memberi pengampunan dengan limpahnya.” “Tetapi kasih setia TUHAN dari selama-lamanya sampai selama-lamanya”; ya, “Bahwasanya untuk selama-lamanya kasih setia-Nya.” “Akulah TUHAN yang menunjukkan kasih setia, keadilan dan kebenaran di bumi; sungguh, semuanya itu Kusukai,” “Karena tidak dengan rela hati Ia menindas dan merisaukan anak-anak manusia,” karena Akulah “Bapa yang penuh belas kasihan dan Allah sumber segala penghiburan.”
2:4.2 (38.2) Tuhan itu sudah menjadi sifat-Nya Dia baik, secara alami Dia berbelas kasihan, dan penuh rahmat selama-lamanya. Dan tidak pernah diperlukan ada pengaruh apapun yang ditujukan kepada Bapa demi untuk membangkitkan kasih sayang-Nya. Kebutuhan makhluk itu sepenuhnya cukup untuk memastikan aliran penuh kemurahan Bapa dan kasih karunia-Nya yang menyelamatkan. Karena Tuhan itu tahu semua tentang anak-anak-Nya, mudah bagi Dia untuk mengampuni. Makin baik manusia memahami sesamanya, makin mudah untuk mengampuninya, bahkan mengasihinya.
2:4.3 (38.3) Hanyalah kearifan dari hikmat tanpa batas yang memungkinkan Tuhan yang benar itu menjalankan keadilan dan rahmat pada waktu yang sama dan dalam suatu situasi alam semesta tertentu. Bapa surgawi tidak pernah terbelah oleh sikap-sikap yang berlawanan terhadap anak-anak alam semesta-Nya; Tuhan tidak pernah menjadi korban dari pertentangan sikap. Kemahatahuan-Nya Tuhan itu tak pernah gagal mengarahkan kehendak bebas-Nya untuk memilih perilaku alam semesta yang dengan sempurna, secara bersamaan, dan secara merata memenuhi tuntutan-tuntutan dari semua sifat-sifat ilahinya dan kualitas-kualitas tanpa batas dari kodrat kekal-Nya.
2:4.4 (38.4) Rahmat adalah keturunan yang alami dan pasti terjadi dari kebaikan dan kasih. Sifat baik dari Bapa yang pengasih tidak dapat mungkin menahan pelayanan rahmat yang bijak kepada setiap anggota dari setiap kelompok anak-anak alam semesta-Nya. Keadilan kekal dan rahmat ilahi bersama-sama membentuk apa yang dalam pengalaman manusia akan disebut keadilan(fairness).
2:4.5